Sejarah Desa

Desa PuteriSembilan merupakan Desa hasil pemekaran dari Desa Kadur Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis. Sebelum menjadi Desa sendiri wilayah Puteri Sembilan sudah ada sejak berabad lalu. Pada awalnya kata Puteri Sembilan berasal dari kata kubur Sembilan. Masyarakat setempat juga awalnya mengenal wilayah ini karena adanya bukti sejarah berupa Kubur Sembilan.

Diceritakan oleh salah satu tokoh agama sekaligus yang dihormati sebagai tokoh orang tua di Desa ini. Masyarakat setempat lebih mengenalnya dengan panggilan Tok Saleh. Dikisahkan bahwa sejarah kubur Sembilan adalah hasil dari sebuah cerita pada masa lalu yang memiliki nilai penting dan sangat berpengaruh bagi masyarakat wilayah ini. Kubur Sembilan adalah kubur seorang anak perempuan dan saudara-saudara maupun sepupu-sepupu serta teman-temannya.  Anak perempuan ini merupakan anak dari seorang raja yang datang ke wilayah ini. Awal kisahnya berasal dari datangnya seorang Engku dari kerajaan Perak ke wilayah Rupat Utara tepatnya dilokasi terletaknya kubur Sembilan. Seperti pada kisah sejarah modern disebutkan bahwa kerajaan Perak muncul akibat dari kejatuhan sultan Malaka karena jajahan Portugis. Disebutkan bahwa nama Engku ini adalah Engku Halyas. Ia datang ke wilayah Rupat Utara bersama dengan sepupunya. Secara logikanya kenapa raja dari Perak berlayar ke Indonesia tepatnya di wilayah Rupat Utara ini? Hal ini dikarenakan faktor jarak yang memang sangat dekat dengan Negara seberang yakni Malaysia. Pada awalnya masyarakat setempat beranggapan bahwa mereka adalah masyarakat biasa yang ingin bermukim diwilayah ini tapi ada sebagian yang beranggapan bahwa mereka merupakan keturunan arab.

Awalnya mereka hanya berlayar dan singgah kewilayah ini dan kembali ke Malaysia. Ia menikah dengan wanita bernama Ainun yang merupakan warga asli PerakMalaysia. Kemudian ia memboyong istri tercintanya dan keluarganya untuk kembali berlabuh kepulau Rupat Utara ini dengan pakaian serba raja. Dan sejak itulah masyarakat setempat mengenalnya dengan nama Engku Halyas atau Engku Ngah. Setelah lama menetap disini, Engku Halyas dan istrinya dikaruniai dua orang anak, yakni seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Sejak saat itu mulai lah berdatangan keluarga dan saudara-saudara Engku Halyas dari kerajaan Perak Malaysia. Hal ini diawali dengan datangnya Said Idrus yang tidak lain dan tidak bukan merupakan saudara Engku Halyas. Lokasi permukiman keluarga ini adalah diwilayah makam kubur sembilan yang kini dinamai makam Puteri  Sembilan. Makam Puteri  Sembilan terletak di Desa Puteri Sembilan RT 05 RW 02 dusun Parit Baru. Kondisi geografis makam Puteri  Sembilan yakni bertanahkan pasir dan semakin dekat dengan bibir pantai. Hal ini bisa saja disebabkan oleh abrasi pantai mengingat lamanya wilayah kubur sembilan ini telah ada hingga kini. Lokasi itu awalnya merupakan perkampungan yang bisa dikatakan lumayan besar, dan daerah yang kini menjadi pantai dengan nama pantai selonjong itu merupakan tapak sebuah masjid.

Alkisah datanglah sahabat Engku Halyas dari kerajaan Siak ke wilayah ini dengan maksud ingin menyambung silaturahmi dengan keluarga Engku Halyas. Namun lain niat lain pula hajat, setelah melihat kecantikan anak dara atau anak gadis Engku Halyas berpindahlah niat silaturahmi menjadi niat ingin memiliki. Memiliki tapi tidak dengan cara yang sepantasnya, tidak dengan meminang dan pernikahan. Ia kalap mata dan ingiin menculik dan melarikan ke Siak bersamanya. Hal ini tentu  membuat Engku Halyas murka. Ia tak ingin anak dara satu-satunya itu menjadi korban kebiadapan sahabatnya. Sedaya akal digunakan akhirnya terjadilah bentrok antara kerajaan siak dengan perkampungan wilayah Engku Halyas ini. Engku Halyas tak mati akal untuk melindungi anak daranya. Ia membuatkan lubang/gua didalam tanah untuk persembunyian anak daranya, saudara-saudara maupun teman-teman-teman dari anak daranya. Bentrok atau perseteruan yang berujung perang itu berlangsung hingga seminggu lamanya. Dengan suasana tak karuan untuk mempertahankan diri dan memenangkan pertempuran ini, tidak ada yang mengingat akan keberadaan puteri dibawah goa tanah itu. Hingga sepuluh hari lamanya dengan banyaknya panglima Engku Halyas yang meninggal dan pasukan siak telah kembali ke siak. Barulah teringat akan keberadaan puteri dan rekan-rekannya yang setelah diperiksa telah meningga dunia. Dengan perasaan bercampur aduk, Engku Halyas memutuskan untuk mengubur jasad putri dan rekan-rekan putrinya tetap didalam goa ini. Kuburnya dibagi dua bagian, dimana kubur pertama terdiri dari lima jasad dan kubur kedua diisi oleh empat jasad. Betapa hancur perasaan seorang ayah melihat keadaan ini. Perkampungan yang dibinanya hancur, panglima-panglima hebatnya gugur, dan anak dara yang ingin ia lindungi pula meninggal dunia. Pilu terus menjalari seluruh raga Engku Halyas. Kemudian ia memutuskan untuk kembali ke Perak Malaysia. Keputusan ini ia ambil dengan banyak pertimbangan, masih ada kehidupan yang harus ia dan keluarganya tempuh. Meskipun pulau Rupat Utara ini banyak meninggalkan kenangan manis tentang anak daranya sekaligus kenangan pahit kala peperangan itu, namun roda kehidupan harus terus dijalankan. Ia kembali ke Perak Malaysia dan menetap selamanya disana hingga ia wafat. Diperkirakan dari narasumber bahwa hingga kini telah lebih 200 tahun setelah kembalinya Engku Halyas ke Perak.